Bank Dunia Hentikan Pendanaan Proyek di Myanmar Inggris Kembali Jatuhkan Sanksi pada Anggota Junta

Aksi pengambilalihan kekuasaan atau kudeta Aung San Suu Kyi yang dilakukan oleh militer Myanmar semakin menuai kecaman dari dunia. Pasalnya, kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing pada 1 Februari 2021 lalu ini menyebabkan unjuk rasa antikudeta di hampir seluruh wilayah Myanmar. Adapun dalam pembubaran aksi protes itu, polisi menggunakan tindak kekerasan yang dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Buntut dari pelanggaran HAM itu, sejumlah negara, di antaranya Inggris, Amerika Serikat dan Kanada menjatuhkan sanksi pada pemerintah militer atau junta Myanmar. Baru baru ini, Inggris kembali mengumumkan, ada enam anggota junta Myanmar yang dijatuhi sanksi. Melaporkan, keenam oknum tersebut terhitung sejak Kamis (26/2/202) dilarang bepergian ke Inggris.

Sebelumnya, Inggris telah menjatuhkan sanksi pada 19 anggota junta Myanmar. Dengan demikian total ada 25 orang yang dicekal masuk ke negara tersebut. Selain menjatuhkan sanksi pada anggota junta, Kementerian Perdagangan Inggris juga akan memastikan bisnis yang dikelola oleh Negara Albino ini tidak bekerjasama dengan perusahaan milik militer.

"Pesan hari ini mengirimkan pesan yang jelas kepada rezim militer di Myanmar, mereka yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM akan dimintai pertanggungjawaban," kata Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab. "Pihak yang berwenang harus menyerahkan kembali kendali pemerintahan kepada pemerintah yang dipilih oleh rakyat Myanmar," lanjutnya. Lebih lanjut, World Bank atau Bank Dunia diketahui juga telah menghentikan pendanaan untuk proyek proyek di Myanmar setelah kudeta terjadi.

Presiden Bank Dunia, David Malpass pekan lalu mengatakan, pihaknya telah mengambil pendekatan ekstra hati hati terhadap Myanmar. David Malpass pun memperingatkan Myanmar, kudeta dapat membuat kerugian besar dalam transisi dan prospek pembangunan negara itu, termasuk dalam hal penanganan virus corona (Covid 19). Tak hanya menjatuhkan sanski pada junta, Amerika Serikat, Inggris, dan negara lainnya telah menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi.

Sejalan dengan negara negara tersebut, Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga menyerukan pemilihan baru dan berupaya meredakan kekacauan di Myanmar. Pada Rabu (24/2/2021), Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno LP Marsudi telah bertemu dengan Menlu Myanmar yang ditunjuk oleh pemerintah militer atau junta, yaitu Wunna Maung Lwin. Dalam pertemuan yang dilaksanakan di Bangkok, Thailand itu, Retno juga bertemu dengan anggota parlemen pemerintah Aung San Suu Kyi yang digulingkan, yaitu Pyidaungsu Hluttaw.

Kemudian, Retno melakukan komunikasi secara intensif dengan dua perwakilan pemerintahan militer dan pemerintah sipil tersebut. Tidak dijelaskan secara detail apa saja yang dibicarakan kedua belah pihak dengan Retno. Namun, kepada wartawan di Bangkok, Retno mengatakan, ASEAN meminta semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dan tidak melakukan kekerasan.

Hal itu untuk menghindari jatuhnya korban dan pertumpahan darah lebih lanjut. "Kami meminta semua orang untuk menahan diri dan tidak melakukan kekerasan untuk menghindari korban dan pertumpahan darah," kata Retno dikutip dari Channel News Asia. Bagaimana pun, kata Retno, kesejahteraan rakyat Myanmar adalah prioritas nomor satu saat ini.

Di sisi lain, upaya Indonesia untuk menyelesaikan krisis di Negeri Seribu Pagoda itu justru menimbulkan kecurigaan di kalangan aktivis prodemokrasi. Para aktivis khawatir pihak pihak yang berurusan dengan junta akan memberikan legitimasi atas aksi kudeta dan membatalkan hasil Pemilu pada November 2020 lalu. Adapun sebuah laporan mengatakan, Indonesia mengusulkan agar negara negara anggota ASEAN mengirim pengawas ke Myanmar.

Nantinya pengawas tersebut harus memastikan para jenderal milliter menepati janji mereka untuk Pemilu baru yang adil. Hal itu semakin menambah kecurigaan di antara beberapa aktivis prodemokrasi, intervensi Indonesia akan merusak tuntutan mereka. Di samping itu, Aliansi Bangsa Masa Depan yang berbasis di Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kunjungan Retno ke Myanmar sama saja dengan mengakui junta.

Kelompok tersebut lalu menyerukan bahwa para pejabat asing harus bertemu dengan Htin Lin Aung. Htin Lin Aung adalah seorang anggota CRPH yang merupakan satu satunya pejabat yang bertanggung jawab untuk hubungan luar negeri.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *